Perkembangan
bioteknologi di bidang peternakan sudah sangat pesat sehingga saat ini
bermunculan beberapa bangsa sapi potong baru, baik berasal dari persilangan
maupun rekayasa genetik. Semua bangsa sapi potong yang ada di dunia memiliki
klasifikasi zoologis sebagai berikut;
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodaktili
Sub Ordo : Ruminansia
Famili : Bovidae
Genus : Bos
Bangsa
sapi potong tropis adalah bangsa sapi potong yang berasal dari belahan dunia
beriklim tropis. Bos indicus (sapi bangsa Zebu) merupakan bangsa sapi
potong berponok dari daerah tropis di Asia yang kita kenal sekarang ini. Bangsa
sapi potong tropis merupakan salah satu bangsa yang menjadi bibit sapi potong.
Bibit ternak merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam usaha
peternakan sapi potong, selain faktor pakan, perkandangan, penyakit, limbah dan
penanganan panen. (Sudarmono dan Sugeng , 2008).
Ciri-ciri umum
bangsa sapi potong tropis adalah sebagai berikut: umumnya berpunuk, walaupun
ada yang tidak berpunuk, pada bagian ujung telinga meruncing, kepala panjang
dengan dahi sempit, kulit longgar dan tipis (5-6 mm), kelenjar keringat besar,
timbunan lemak rendah, garis punggung bagian tengah berbentuk cekung dan bagian
tunggingnya miring, memiliki bahu pendek, halus dan rata.Selain itu, memiliki
kaki yang panjang sehingga bergerak lincah. Lambat dewasa, rata-rata berat
maksimal 250-650 kg dapat dicapai pada umur 5 tahun. Bentuk tubuh sempit dan
kecil. Ambing kecil. dan produksi susu rendah. Tahan terhadap suhu tinggi dan
kehausan. Kadar air yang terkandung dalam kotoran rendah. Toleran berbagai
jenis pakan sederhana yang kandungan serat kasar tinggi. Tahan terhadap gigitan
nyamuk dan caplak. Berikut ini adalah beberapa jenis sapi tropis yang popular;
1.
SAPI BALI
Sapi Bali adalah bangsa sapi potong lokal asli Indonesia yang berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi atau dijinakkan. Sapi Bali mempunyai angka reproduksi yang tinggi, tingkat adaptasi yang sangat baik terhadap kondisi pakan yang jelek dan lingkungan yang panas serta mempunyai persentase karkas dan kualitas daging yang bagus.
Ciri fisik sapi bali yaitu berwarna bulu merah bata, pada jantan akan menjadi hitam saat dewasa, memiliki warna putih dengan batas yang jelas pada bagian belakang paha, pinggiran bibir atas, kaki bawah mulai tarsus dan carpus, mempunyai gumba yang bentuknya khas serta terdapat garis hitam yang jelas pada bagian atas punggung (Hardjosubroto, 1994).
Karakteristik
Sapi Bali yaitu memiliki kemampuan untuk mempertahankan kondisi dan bobot
badannya meskipun dipelihara di padang gembalaan yang kualitasnya rendah.
Disamping itu, kemampuannya mencerna serat dan memanfaatkan protein pakan lebih
baik daripada sapi lainnya. Pada umur 1,5 tahun bobot sapi bali mencapai 217,9
kg. Dari segi produksi karkas, sapi bali memiliki persentase karkas yang
tinggi dari pada sapi unggul lainnya. Persentase karkas sapi bali berkisar
56-57%.
2.
SAPI MADURA
Sapi Madura
adalah bangsa sapi potong lokal asli Indonesia yang terbentuk dari persilangan
antara banteng dengan Bos indicus atau sapi Zebu (Hardjosubroto dan Astuti,
1994), yang secara genetik memiliki sifat toleran terhadap iklim panas dan
lingkungan marginal serta tahan terhadap serangan caplak. Karakteristik sapi
Madura yaitu bentuk tubuhnya kecil, kaki pendek dan kuat, bulu berwarna merah
bata agak kekuningan tetapi bagian perut dan paha sebelah dalam berwarna putih
dengan peralihan yang kurang jelas; bertanduk khas dan jantannya bergumba.
Sapi Madura
berasal dari pulau madura dan pulau-pulau di sekitarnya. Ciri-ciri punuk
diperoleh dari Bos indicus sedangkan warna diwarisi dari Bos sondaicus. Ciri-ciri
fisik Sapi Madura yaitu baik jantan ataupun betina sama-sama berwarna merah
bata, paha belakang berwarna putih, kaki depan berwarna merah muda, tanduk
pendek beragam. Pada betina kecil dan pendek berukuran 10 cm, sedangkanpada
jantannya berukuran 15-20 cm. Panjang badan mirip Sapi Bali tetapi memiliki
punuk walaupun berukuran kecil. Persentase karkas dari sapi madura ini dapat
mencapai 48 %.
3.SAPI
ACEH
Sapi Aceh
adalah sapi potong turunan dari grading-up persilangan antara sapi Ongole
dengan sapi lokal setempat. Bangsa sapi yang juga banyak ditemukan di Sumatera
Utara selain di Aceh ini memiliki bobot badan dewasa yang dapat mencapai
rata-rata 300 kg – 450 kg pada jantan dan 200 kg – 300 kg pada betina. Adapun
ciri-ciri fisik sapi Aceh antara lain; berpunuk, bertanduk, bulu berwarna
cokelat merah atau warna menjangan. Sapi Aceh merupakan salah satu bangsa sapi
potong daerah tropis yang digunakan peternak Indonesia sebagai bibit sapi
potong.
4. SAPI ONGOLE
Sapi Ongole adalah
sapi potong impor berasal dari India, dibudidayakan di Indonesia secara murni
di pulau Sumba, sehingga dikenal pula sebagai sapi Sumba Ongole. Pada
perkembangannya selain di pulau Sumba, saat ini sapi Ongole telah tersebar di
Sulawesi Utara, Kalimantan dan Jawa. Di pulau Jawa, sapi ini dikenal
sebagai sapi Benggala. Keunggulan dan performa produksi Sapi Ongole yaitu; Pertambahan
Berat Badan (PBB) bisa mencapai 0,47 kg – 0,81 kg per hari, Berat Badan jantan
dewasa rata-rata 550 kg – 600 kg dan betina 350 kg – 450 kg, tahan terhadap
panas dan parasit, daya hidup pedet sangat baik, daya produksi yang baik dalam
kondisi jelek, dapat dimanfaatkan juga sebagai sapi pekerja.
Ciri–ciri
fisik sapi Ongole adalah 1) Bulu berwarna variasi setelah berumur 1 tahun dari
putih sampai putih kelabu dengan campuran kuning oranye kekelabuan, dimana pada
leher, ponok dan kepala sapi jantan berwarna putih keabu-abuan serta lututnya
berwarna hitam. 2) Anak sapi yang baru lahir sering berwarna cokelat, kepala
berukuran panjang, telinga sedang agak menggantung. 3) Tanduk berukuran pendek
pada jantan dan berukuran lebih panjang pada betina. 4) Ponok bulat dan besar.
5) Gelambir lebar dan menggantung serta berlipat-lipat mulai dari leher melalui
perut sampai dengan ambing atau tali pusar. 6)Tinggi badan dapat mencapai 150
cm pada jantan dan 135 cm pada betina 7) Rata-rata pertambahan berat badan
harian (ADG) dapat mencapai 0,4-0,6 kg/ hari dengan hasil silangnya
(keturunannya) memiliki ADG yang dapat mencapai 0,28 kg/hr. 8) Adanya warna
hitam yang mengelilingi lubang mata yang biasa disebut cicin mata.
5. SAPI PERANAKAN ONGOLE
Sapi Peranakan
Ongole atau sapi PO adalah sapi potong hasil grading up, sapi lokal setempat
dengan sapi Ongole. Pada perkembangannya sapi ini banyak ditemukan di Grobogan,
Wonogiri dan Gunung Kidul (Jawa Tengah), di Magetan, Nganjuk dan Bojonegoro
(Jawa Timur), serta di Aceh dan Tapanuli Selatan. Bangsa sapi yang diyakini
populasinya jauh lebih banyak dibandingkan dengan sapi lokal lain ini memiliki
keunggulan dan performa produksi sebagai berikut : – BB dewasa mencapai 584 kg
– 600 kg, masa fattening 3 bulan – 5 bulan, PBB 0,8 kg – 1 kg, persentase
karkas 45%, tahan terhadap panas dan parasit, mampu berproduksi dengan baik
dalam kondisi jelek, daya hidup pedet sangat baik, dapat dimanfaatkan juga
sebagai sapi pekerja dan jinak.
6. SAPI BRAHMAN
Sapi Brahman
(sapi pedaging) impor, berasal dari India dan berkembang dengan sangat baik di
Amerika Serikat, sehingga dikenal pula sebagai sapi American Brahman.Pada
perkembangannya sapi Brahman telah tersebar di daerah tropis dan subtropis
termasuk Australia dan Indonesia. Bangsa sapi yang termasuk sapi Zebu ini
memiliki keunggulan dan performa produksi sebagai berikut : masa fattening 3
bulan – 4 bulan, PBB bisa mencapai 0,83 kg – 1,5 kg per hari, bahkan ada juga
yang menyebut dapat 1,5 kg – 2 kg per hari, BB jantan dewasa mencapai 800
kg dan betina 550 kg, persentase karkas 48,6% – 54,2%, tingkat fertilitas
yang tinggi, mampu tumbuh sama baiknya di daerah tropis dan subtropis, mampu
tumbuh cepat di daerah yang kurang subur dengan pakan yang sederhana, tahan
terhadap panas dan parasit, bobot pascasapih dan daya hidup pedet yang baik
Ciri – ciri
fisik sapi brahman sebagai berikut : tubuh berukuran besar dan panjang dengan
kedalaman yang sedang, punggung lurus, kaki berukuran sedang sampai panjang,
bulu berwarna abu-abu muda atau merah atau hitam, dimana pada jantan
menunjukkan , warna yang lebih gelap daripada pada betina, kepala panjang,
telinga menggantung, tanduk berukuran sedang, lebar dan besar, kulit longgar
dan halus dengan ketebalan yang sedang, ponok berukuran besar pada jantan dan
berukuran kecil pada betina, gelambir berukuran besar dan tumbuh hingga bawah
perut dan tali pusar .
7. Sapi Brahman Cross (BX)
Sapi
Brahman Cross (BX) pada awalnya dikembangkan di stasiun CSIRO’S Tropical Cattle
Research Centre di Rockhampton Australia. Materi dasarnya adalan American
Brahman, Hereford dan Shortron. Sapi BX mempunyai proporsi 50% darah Brahman,
25% darah Hereford, dan 25% darah Shorthron. Secara fisik bentuk fenotip sapi
BX lebih cenderung mirip sapi American Brahman karena proporsi darahnya yang
lebih dominan, seperti punuk dan gelambir masih jelas, bentuk kepala dan
telinga besar menggantung. Sedangkan warna kulit sangat bervariasi mewarisi
tetuanya. Di Indonesia sapi BX di impor dari Australia sekitar tahun 1973
namun penampilan yang dihasilkan tidak sama dengan di Australia.
Sifat-sifat Sapi Brahman Cross (BX) antara lain; persentase kelahiran
81,2%, rataan bobot lahir 28,4 kg, bobot umur 13 bulan mecapai 212 kg dan umur
18 bulan bisa mencapai 295 kg, angka mortalitas postnatal sampai umur 7 hari
sebesar 5,2%, mortalitas sebelum disapih 4,4%, mortalitas setelah sapih sampai
umur 15 bulan sebesar 1,2% dan mortalitas dewasa sebesar 0,6%, daya tahan
terhadap panas cukuo tinggi karena produksi panas basal rendah dengan mengeluarkan
panas yang efektif, tahan terhadap parasit dan penyakit, serta efisiens dalam
penggunaan pakan terletak antara sapi Brahman dan persilangan Hereford
Shorthron (Turner,1997 dalam Priyo, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar